Teori Keadilan – Definisi keadilan menurut Plato, bahwa keadilan terwujud pada kenyataan dimana setiap orang menjalankan tugasnya masing-masing dan tidak suka bikin onar. Satu negeri dikatakan adil jika para pedagang, pembantu dan pemimpin melaksanakan tugasnya masing-masing tanpa mencampuri urusan kelompok lain.[1] Bahwa untuk dapat memahami lebih jauh tentang bekerjanya Keadilan dalam jiwa tiap-tiap individu manusia, Plato menelaah sifat manusia dalam konteks yang sangat luas, yakni dalam kaitannya dengan sebuah “Negara Kota” disebutkan :[2]
- Di dalam suatu masyarakat yang adil, tiap warganya harus dapat memainkan perannya (fungsi kemasyarakatannya) yang paling sesuai dengan dirinya demikian juga halnya, dalam aset-aset ekonomi perorangan.
- Keadilan hanya akan menjadi pemenang ketika akal (naluri) juga menang dan selera serta nafsu binatang semestinya diletakkan (dikendalikan) sedemikian rupa pada tempat sesuai tatanan masyarakat yang berkeadilan hanya akan dapat tercapai sepanjang akal manusia beserta keseluruhan prinsip-prinsip rasional lainnya dapat memandu penyelenggaraan dari elemen-elemen masyarakat, selain itu yang tidak kalah penting.
Masih dalam kaitanya dengan keadilan, dalam teori keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles”.[3]
“Keadilan akan terjadi apabila kepada seseorang diberikan apa yang menjadi miliknya. Seseorang dikatakan berlaku tidak adil apabila orang yang mengambil lebih dari bagian semestinya. Orang yang tidak menghiraukan hukum juga adalah orang yang tidak adil, karena semua hal yang didasarkan pada hukum dapat dianggap adil. Jadi keadilan adalah penilaian dengan memberikan kepada siapapun sesuai dengan apa yang menjadi haknya, yakni dengan bertindak proporsional dan tidak melanggar hukum”.
[1] Mahmutarom, HR, Rekonstruksi Konsep Keadilan, Badan Penerbit UNDIP, Semaang, 2016, hlm.36.
[2] Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Cet. Kelima, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hlm. 167.
[3] Ibid, hlm. 178.