TEHNIK DAN STRATEGI MENDAMPINGI KLIEN BAGI ADVOKAT

Mendampingi klien dalam perkara pidana berbeda dengan mewakili klien dalam perkara perdata. Dalam perkara pidana seorang Advokat tidak mewakili kliennya untuk menghadapi proses hukum karena Advokat hanya terbatas sebagai penasehat hukum mendampingi klien untuk memastikan proses hukum yang dilakukan oleh penyidik, penuntut umum dan hakim berjalan sebagaimana mestinya. Oleh karenanya dalam UU Advokat disebutkan seorang advokat tidak dapat di identikkan dengan kliennya. Sedangkan dalam perkara perdata pemberian kuasa klien kepada Advokat adalah untuk sepenuhnya mewakili kepentingan hukum klien sampai perkara tersebut selesai.

 

JASA PENDAMPINGAN HUKUM ADVOKAT PERKARA PIDANA :

Pendampingan dalam perkara Pidana dapat kita bagi dalam 3 tahap :

 

1.      Pendampingan di tingkat penyelidikan dan penyidikan :

Proses hukum yang terjadi pada tingkat penyidikan tidak bisa dipisahkan dengan institusi penegak hukum yang bernama Kepolisian. Biasanya proses hukum di tingkat penyidikan dimulai dengan adanya penyelidikan, adanya laporan atau pengaduan atau karena tertangkap tangan. Pengertian Penyelidikan menurut KUHAP adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang di atur dalam UU untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Siapakah yang disebut penyidik dalam proses perkara pidana ? Penyidik adalah pejabat polisi Negara RI atau Pejabat PNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU untuk melakukan penyidikan. Selain kepolisia dalam tindak pidana khusus penyidik dapat juga dilakukan oleh Jaksa, bahkan sejak adanya KPK, penyidikan dapat dilakukan oleh penyidik dari KPK.

Untuk mendampingi Tersangka dalam tingkat penyidikan yang pertama sekali harus dipersiapkan adalah anda harus mengerti dan memahami hak-hak  tersangka sejak saat penangkapan, penahan dan penyidikan sebagaimana yang telah diatur dalam dalam pasal 50 s/d Pasal 68 KUHAP.

Produk hukum yang dihasilkan di tingkat penyidikan adalah Berita Acara Pemeriksaan. Biasanya pemeriksaan yang dilakukan penyidik dimulai dari pemeriksaan saksi-saksi, sedangkan pemeriksaan terhadap Tersangka dilakukan setelah pemeriksaan saksi-saksi selesai dilakukan. Hal tersebut dimaksudkan agar penyidik memperoleh fakta hukum yang akurat dan jelas meskipun Tersangka dalam pemeriksaan akan menggunakan hak ingkarnya.

Teknik penyidikan yang dilakukan oleh penyidik saat ini seharusnya sudah cukup maju apabila dibandingkan dengan sebelum adanya KUHAP. Pada masa HIR untuk memperoleh pengakuan Tersangka penyidik melakukan segala cara yang  melanggar hak-hak tersangka misalnya dengan cara memaksa, menteror, menakut-nakuti ataupun melakukan tekenan-tekanan fisik maupun psikis terhadap tersangka. Salah satu tugas anda apabila anda mendampingi Klien adalah memberikan teguran dan peringatan terhadap penyidik yang masih menggunakan cara-cara kekerasan fisik maupun psikis dalam penyidikan.

Selain mengumpulkan alat-alat bukti, pada tingkat penyidikan pihak penyidik dapat melakukan penahanan ataupun penggeladahan dan penyitaan terhadap Tersangka. Untuk menentukan apakah Tersangka dapat ditahan atau tidak perlu ditahan, seorang Advokat harus memahami dan mendalami ketentuan-ketentuan pasal 20 s/d pasal 31 KUHAP.  Biasanya alasan penyidik melakukan penahanan adalah berdasarkan alasan subyektif dan alasan obyektif. Alasan obyektif penahanan seorang Tersangka adalah: Adanya kekhawatiran Tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Apabila penyidik menggunakan haknya untuk melakukan penahanan terhadap klien anda, maka hal pertama yang dapat dilakukan adalah melakukan penangguhan penahanan, atau pengalihan jenis tahanan.

 

2.      Pendampingan di tingkat Penuntutan

Tahap selanjutnya setelah penyidikan adalah tahap penuntutan. Pada Tahap penuntutan ini tugas dan kewenangan proses hukum Tersangka berada di tanggan Kejaksaan. Tahap penuntutan biasanya diawali dengan tahap pra penuntutan, yaitu tindakan penyidik menyerahkan berkars perkara Tahap pertama kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU). Biasanya pada tahap ini yang diserahkan oleh penyidik hanya Berkas Perkara Penyidikan. Tujuannya adalah agar berkas perkara tersebut dapat diteliti, dipelajari oleh JPU menyangkut kelengkapan syarat2 formil maupun syarat2 materiil berkas perkara.

Apabila kelengkapan-kelengkapan syarat tersebut belum atau tidak dipenuhi baik salah satu maupun kedua duanya maka JPU akan mengembalikan berkas tersebut kepada pihak penyidik untuk dilengkapi yang disebut dengan kode P-18. Pengembalian berkas tersebut disertai dengan petunjuk-petunjuk dari JPU apa saja yang harus dipenuhi dan dilengkapi oleh pihak penyidik atau yang dikenal dengan P-19.

Setelah  syarat-syarat yang diminta oleh JPU telah dipenuhi oleh penyidik, maka penyidik akan menyerahkan kembali berkas tersebut  kepada JPU. Selanjutnya JPU akan meneliti, menilai apakah berkas perkara sudah  dianggap lengkap/belum. Apabila sudah lengkap dan sempurna maka JPU akan menyatakan Berkas Perkara dianggap lengkap dengan mengeluarkan P-21 yakni perintah kepada penyidik untuk segera menyerahkan Tersangka berikut barang-barang bukti.

Proses penyerahan berkas lengkap berikut Tersangka dan barang bukti ini adalah penyerahan Tahap II. Tugas JPU adalah meneliti barang bukti berikut mencocokkan keterangan Tersangka maupun identitas Tersangka. Dengan dilakukan pelimpahan Tahap II ini, maka tanggung jawab penanganan perkara beralih dari penyidik kepada JPU. Termasuk apakah Tersangka akan dilakukan penahan atau tidak  sepenuhnya adalah hak dari JPU.

Setelah pelimpahan Tahap II ini, maka tugas JPU berikutnya adalah melakukan penuntutan yaitu, tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU ini  dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di siding Pengadilan. Dalam tahap penuntutan ini yang harus anda cermati sebagai seorang Advokat adalah mengawal dan memastikan agar berkas perkara klien anda dapat segera disidangkan dan tidak berlarut-larut. Pada tahap ini kadangkala ada Advokat yang menggunakan hak Prapradilan untuk mempermasalahkan sah/tidaknya penahanan yang dilakukan oleh JPU. Praperadilan ini diajukan kadang kalah hanya strategi Advokat agar perkara klienya secepatnya dilimpahkan ke Pengadilan untuk segera di adili.

 

3.      Pendampingan di tingkat Peradilan.

Apabila JPU telah melimpahkan berkas perkara pidana ke Pengadilan yang disertai dengan Surat Dakwaan. Hal-hal yang perlu anda persiapkan adalah  menelaah, mengkaji dan mempelajari surat dakwaan tersebut secara cermat dan teliti. Yang perlu anda perhatikan dalam mempelajari surat dakwaan adalah: apakah surat dakwaan tersebut telah memenuhi syarat formil dan materiil, tentang kewenangan mengadili, tempus dan locus delicti, atau apakah perkara tersebut sudah kadaluwarsa atau perkara telah ne bis in idem.

Terhadap kemungkinan-kemungkinan surat dakwaan yang tidak lengkap, tidak jelas, tidak cermat atau surat dakwaan ternyata mengandung kompetensi absolute atau relative, maka saudara dapat mempergunakan hak untuk mengajukan keberatan/tangkisan/eksepsi. Akibat hukum dari Eksepsi dapat berakibat dakwaan tidak dapat diterima atau dakwaan harus dibatalkan atau batal demi hukum. Atas eksepsi tersebut majelis hakim akan mempertimbangkannya dalam putusan sela yang berupa: eksepsi diterima perkara tidak dapat diteruskan. Atau Eksepsi tidak diterima maka sidang dapat dilanjutkan.

 

PEMBUKTIAN

Pembuktian dalam acara pidana merupakan tahap yang penting dan krusial untuk membuktikan apakah Terdakwa bersalah atau tidak atas perbuatan pidana. Pasal 184 ayat (1) KUHAP mengatur   5 (lima) macam alat bukti dalam perkara pidana yaitu: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan Terdakwa. Diantara lima macam alat bukti tersebut keterangan saksi dalam proses hukum acara pidana adalah alat bukti yang sangat penting. Kemampuan, kemahiran dan kepiawaian hakim, jaksa dan advokat sesuai dengan tugas dan kedudukannya masing-masing sangat sangat diperlukan untuk menggali keterangan saksi guna membantu menemukan kebenaran materiil dalam perkara pidana.

Dalam pemeriksaan saksi ada beberapa prinsip yang perlu anda perhatikan apabila anda menjadi  Hakim, Jaksa maupun Advokat. Saksi yang dimintai keterangan adalah saksi yang mendengar sendiri, melihat sendiri dan mengalami sendiri dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya tersebut (pasal 1 angka 27). Keterangan saksi haruslah dikemukakan di depan persidangan, saksi yang menyampaikan pernyataan diluar persidangan meskipun hal tersebut penting tidak mempunyai nilai pembuktian. Dalam pemeriksaan saksi dikenal prinsip-prinsip pokok yang harus diperhatikan. Pertama keterangan satu saksi bukan saksi (unus testis nullus testis). Kedua keterangan saksi yang diperoleh atas cerita orang lain bukan sebagai keterangan saksi (Testimonium de auditu).

Acara terakhir pada tahap  pembuktian adalah pemeriksaan Terdakwa. Pemeriksaan terdakwa ditempatkan pada acara terakhir setelah pemeriksaan alat-alat bukti lainnya memiliki makna bahwa keterangan terdakwa hanya dapat bermanfaat dan dapat digunakan terhadap dirinya sendiri sebagaimana tersebut dalam pasal 189 ayat (4) KUHAP. Artinya meskipun Terdakwa tidak mengakui/mengingkari atas perbuatannya, hakim tidak terikat untuk menggunakan keterangan terdakwa tersebut sebagai dasar pertimbangan putusannya. Hakim dapat memberikan putusan suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwa bersalah cukup dengan sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah.

Tahap berikutnya setelah pembuktian selesai, maka hakim akan menyatakan pemeriksaan perkara selesai, kemudian JPU diberikan kesempatan untuk menyampaikan surat tuntutan (requisitoir). Lazimnya requisitoir JPU akan menguraikan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, uraian satu persatu unsur-unsur pasal yang telah dilanggar oleh Terdakwa dan permohonan JPU kepada Majelis Hakim untuk menjatuhkan hukuman kepada Terdakwa.

Atas requisitoir JPU majelis akan memberikan kesempatan kepada Terdakwa atau penasehat hukumnya untuk memberikan pembelaan (Pledooi). Pada tahap ini akan dibuktikan kemampuan saudara untuk menyusun pembelaan (pledoii). Kemampuan teknis menyusun pledoii merupakan kemahiran tersendiri yang harus dimiliki seorang Advokat.  Pledoi hendaknya sederhana, mudah dimengerti, berbobot serta argumentative yuridis. Tapi pledoi juga tidak harus identik dengan kekakuan bahasa hukum yang sangat kental mewarnai seluruh isi pledoi. Pada hakekatnya pledoi adalah pidato. Idealnya pledoii mampu menyentuh hati nurani majelis hakim agar dalam memutus perkara tidak hanya melulu mendasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, Hakim juga harus melihat aspek keadilan dari putusan yang akan dibuat.

 

JASA PENDAMPINGAN HUKUM ADVOKAT PERKARA PERDATA :

Ada tiga tahapan penting dalam perkara perdata yang seharusnya dilakukan oleh seorang Advokat. Pertama adalah proses Konsultasi, Kedua upaya mencari alternative penyelesaian sengketa  dan Ketiga adalah proses hukum (litigasi).

 

Tahap Konsultasi merupakan tahapan awal  yang sangat  penting dalam hubungan antara Saudara dengan calon Klien. Tahap konsultasi ini berkaitan erat dengan trust (kepercayaan) calon klien untuk memberikan, meminta jasa hukum dari saudara. Dalam tahap ini bagaimana  saudara dapat meyakinkan, piawai dan menguasai/memahami persoalan hukum yang menimpa calon klien. Advokat tidaklah cukup  hanya bergelar sarjana hukum, seorang advokat kadang disebut sebagai “lawyer” atau ahli hukum. Artinya pemahaman dan pengetahuannya tentang ilmu hukum harus lebih dari para penegak hukum laiinya. Selain itu seorang Advokat harus memiliki integritas yang tinggi, jujur, dapat dipercaya dan mempunyai kemampuan dapat menyelesaikan masalah yang menimpa Klien. Ukuran sederhana apakah saudara berhasil meyakinkan dan menanamkan kepercayaan terhadap calon klien adalah apabila setelah melakukan konsultasi dia merasa puas dan akan memberikan surat kuasa untuk mengurus kepentingan hukumya.

 

Tahap kedua setelah saudara menerima surat kuasa adalah mencari upaya alternative penyelesaian sengketa. Tidak setiap permasalahn klien harus dilakukan dengan penyelesaian melalui upaya hukum gugatan ke Pengadilan. Salah satunya adalah dengan menempuh alternative dispute resolution(ADR) atau alternatif penyelesaian sengketa. Beberapa alternatif penyelesaian sengketa yang dapat anda lakukan sebagai seorang Advokat antara lain : Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi atau Arbitrase, yang pada intinya adalah musyawarah dalam tradisi masyarakat kita. Pada tahap awal sebenarnya seorang advokat sudah melalui tahap pertama dari ADR yaitu Konsultasi. Karena ada kalanya hanya dengan melalui konsultasi permasalahan hukum seorang Klien dapat diselesaikan.

Banyak manfaat yang diperoleh apabila anda sebagai seorang Advokat mampu menyelesaikan persoalan klien tanpa harus melalui gugatan pengadilan (litigasi). Antara lain : penyelesaian lebih sederhana, biaya yang ditanggung klien tidak terlalu mahal, penyelesaian tidak memerlukan waktu yang panjang, meminimalisir kemungkinan salah satu pihak tersakiti akibat kalah dalam perkara.

 

Tahap ketiga adalah tahap proses hukum pengadilan (litigasi). Tahap ini dapat ditempuh atau terpaksa harus ditempuh oleh seorang Advokat apabila dua proses yang di atas tidak menghasilkan upaya penyelesaian yang maksimal.  Tahap ini diawali dengan mengajukan gugatan kepada pengadilan negeri setempat.

 

GUGATAN PERDATA DI PENGADILAN:

Pengertian gugatan sendiri adalah surat yang diajukan oleh Penggugat kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang, yang memuat tuntutan hak didalamnya mengandung suatu sengketa, sekaligus merupakan dasar landasan pemeriksaan perkara dan pembuktian kebenaran suatu hak. Seseroang mengajukan gugatan atau tuntutan perdata terhadap seseorang yang lain haruslah  didasarkan atas alasan yang jelas dan memiliki dasar hukum yang kuat.

 

Alasan-alasan gugatan:

Beberapa alasan-alasan orang mengajukan gugatan perdata antara lain misalnya atas dasar :

1.      Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad);

Perbuatan melawan hukum atau dikenal dengan onrechtmatige daad telah diatur dalam pasal 1365 BW yang selengkapnya berbunyi: “Setiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya itu mengganti kerugian yang timbul tersebut”.

Berdasarkan pasal tersebut diatas biasanya gugatan perbuatan melawan hukum oleh Penggugat disertai dengan tuntutan ganti kerugian.

2.      Ingkar/cedera janji (wanprestasi):

Wanprestasi timbul biasanya akibat dari suatu perikatan atau perjanjian diantara para pihak. Apabila salah satu pihak ingkar janji dapat dijadikan alasan hukum bagi pihak yang dirugikan untuk mengajukan tuntutan hukum. Wanprestasi dapat juga disebabkan karena tidak memenuhi kewajiban sama sekali, atau terlambat memenuhi kewajiban, atau memenuhi kewajiban tetapi tidak seperti yang diperjanjikan. Dalam hal terjadi wanprestasi yang menimbulkan kerugian bagi kreditur, maka kreditur dapat menuntut untuk memenuhi perikatan, pemenuhan perikatan dengan ganti rugi, ganti rugi, pembatalan persetujuan timbale balik atau pembatalan dengan ganti rugi. Pasal-pasal yang dapat dijadikan dasar hukum untuk mengajukan tuntutan/gugatan wanprestasi terdapat dalam buku ke III BW tentang Perikatan.

 

Syarat-syarat gugatan:

Syarat atau materi gugatan secara khusus tidak diatur dalam Hukum Acara Perdata. Tapi dalam praktek gugatan biasanya terdiri dari : Identitas para pihak, posita dan petitum.

Identitas para pihak berisi nama, alamat lengkap para pihak baik penggugat maupun Tergugat. Gugatan terhadap badan hukum ditujukan kepada Direktur kalau itu PT, Pengurus Yayasan, Pimpinan Koperasi.

Posita atau fundamentum petendie adalah dalil-dalil kongkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar atau alasan-alasan dari tuntutan yang menjelaskan duduk perkara. Dalam posita biasanya haruslah berisi bagian yang menguraikan tentang kejadian atau peristiwa hukumnya (feitelijke gronden) serta bagian yang mendasari alasan hukum (rechtsgronden).

Petitum adalah hal yang menjadi pokok tuntutan/permintaan dari Pengugat. Formulasinya dalam bentuk permohonan kepada majelis hakim agar dikabulkan tuntutan tersebut. Menurut pasal 8 R.v. petitum yang tidak jelas atau tidak sempurna, dapat berakibat tidak diterimanya suatu gugatan. Oleh karenanya pokok-pokok yang tituntut dalam petitum harus juga telah dikemukan dalam posita.

 

PEMBUKTIAN:

Pembuktian merupakan inti dari perkara perdata oleh karena berhasil/tidaknya suatu gugatan perdata tergantung dari kekuatan alat-alat bukti yang diajukan para pihak. Pasal 164 HIR dan Pasal 284 Rbg jo pasal 1866BW menyebutkan ada 5 macam alat bukti yaitu : Surat, Saksi, Persangkaan, Pengakuan dan Sumpah.

Dalam pembuktian dikenal azas “audi et alteram partem”, pengajuan bukti-bukti harus dilakukan didepan persidangan dan dihadiri oleh para pihak. Hal-hal atau keadaan yang telah diketahui secara umum, atau peristiwa-peristiwa yang pada umumnya sudah diketahui orang banyak tidak perlu dibuktikan. Kemampuan anda untuk memilah dan memilih bukti-bukti yang diajukan, kamampuan untuk mencari saksi-saksi yang dapat menguatkan dalil gugatan atau menolak dalil, serta kemampuan untuk menggali keterangan-keterangan saksi merupakan skill yang mutlak dimiliki seorang Advokat.

 

Kesimpulan :

Dalam menangani perkara pidana maupun perkara perdata diperlukan taktik dan strategi yang baik bagi seorang hakim, Jaksa dan Advokat. Taktik dan strategi harus dikonotasikan sebagai hal-hal yang positif, bukan sebaliknya taktik dan strategi negatif. Untuk mencapai kemahiran dalam beracara diperlukan pengalaman dan kemampuan teknis maupun materiil yang diperoleh dari praktek di lapangan untuk memberikan jasa pendampingan hukum.

 

SUMBER: Disampaikan pada Pelatihan dan Karya Hukum Pusat Studi dan Konsultasi Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, tanggal 9 Desember 2012 Oleh Moelyadi, S.H., M.H.

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply