Koperasi Simpan Pinjam (KSP) adalah koperasi yang kegiatan usahanya hanya simpan pinjam. Kemudian berdasarkan PP Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Koperasi Simpan Pinjam yang dimaksud dengan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya .

Bahwa Koperasi adalah badan usaha yang berbadan hukum hal ini dipertegas dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian yang menyatakan Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

HUBUNGAN HUKUM ANTARA KOPERASI SIMPAN PINJAM DENGAN PENYIMPAN DANA

Dalam mengkaji hubungan hukum antara KSP dengan penyimpan dana perlu dibahas pula pengertian simpanan. Menurut PP Nomor 9 Tahun 1995 Pasal 1 angka 4, yang dimaksud simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh anggota, calon anggota, koperasi-koperasi lain dan atau anggotanya kepada koperasi dalam bentuk tabungan, dan simpanan koperasi berjangka.

Menyimak pada pengertian simpanan dalam KSP, maka simpanan wajib dan simpanan pokok anggota tidak masuk kategori simpanan karena keduanya bukanlah dana yang diserahkan kepada koperasi sebagai tabungan maupun simpanan berjangka tetapi sebagai modal koperasi, karena keduanya membawa konsekuensi hukum yang berbeda, utamanya menyangkut tanggung jawab koperasi terhadap pemilik dana. Pertama, koperasi bertanggung jawab mengembalikan simpanan yang berbentuk tabungan atau simpanan berjangka milik anggotanya atau calon anggota sekalipun koperasi menderita kerugian, sementara hal itu tidak dilakukan terhadap simpanan wajib dan pokok, karena kedua simpanan ini merupakan bagian risk equity yaitu modal yang beresiko menanggung kerugian koperasi. Kedua, koperasi bertanggung jawab membayar bunga terhadap pemilik tabungan atau simpanan berjangka sekalipun koperasi menderita kerugian, namun koperasi tidak bertanggung jawab membayar sisa hasil usaha kepada pemilik simpanan pokok dan wajib jika koperasi mederita kerugian.

Berdasarkan Pengertian Koperasi Simpan Pinjam, Kegiatan Usaha Simpan Pinjam  dan Simpanan berdasarkan PP Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Koperasi Simpan Pinjam maka dapat disimpulkan bahwa hubungan hukum antara KSP dengan penyimpan dana adalah hubungan yang didasarkan pada perjanjian pinjam meminjam. Dengan demikian Sehubungan dengan pinjam meminjam yang menjadi dasar hubungan antara penyimpan dana dengan KSP, maka KSP memiliki kewajiban untuk mengembalikan saat diminta pemiliknya atau saat KSP tidak aktif lagi melakukan kegiatannya.

Selanjutnya bagaimana hubungan hukum antara KSP dengan debitur ? Dasar hubungan hukum antara KSP dengan debitur adalah perjanjian pinjam-meminjam uang yang oleh masyarakat sering disebut sebagai perjanjian kredit. Perjanjian itu sebenarnya merupakan hubungan yang didasarkan pada perjanjian pinjam meminjam seperti diatur dalam Pasal 1754 KUH Perdata yang menyatakan bahwa : Pinjam-meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

PP Nomor 9 Tahun 1995 Pasal 1 angka 7 menyebutkan yang dimaksud pinjaman adalah : penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Koperasi dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu disertai dengan pembayaran sejumlah imbalan. Dengan demikian perjanjian pinjam uang atau perjanjian kredit yang diberikan oleh KSP kepada debitur dasarnya adalah perjanjian pinjam meminjam. Oleh sebab itu debitur pun wajib mengembalikan pinjaman kepada KSP. Mengingat hubungan hukum antara KSP dengan peyimpan dana merupakan hubungan pinjam-meminjam uang, maka Koperasi Simpan Pinjam yang telah menerima simpanan dana wajib untuk mengembalikan pada pemiliknya pada suatu saat yang telah diperjanjikan.

Badrulzaman (2001 hlm. 8) menyatakan, bahwa debitur berkewajiban menyerahkan prestasi kepada kreditur, karena itu debitur mempunyai kewajiban untuk membayar hutang. Dalam istilah asing kewajiban debitur itu disebut schuld. Disamping schuld, debitur juga memiliki kewajiban lain yang disebut haftung, yaitu kewajiban debitur untuk membiarkan harta kekayaannya diambil oleh kreditur sebanyak hutang debitur, guna pelunasan hutang apabila debitur tidak membayar hutang tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 1131 KUH Perdata yang mengatur bahwa; segala kebendaan si berhutang baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan. Apabila pendapat tersebut diaplikasikan dalam hubungan hukum antara KSP selaku debitur dengan penyimpan dana sebagai kreditur, maka jika pihak KSP wanprestasi maka pihak penyimpan dana berhak untuk memperoleh pembayaran dari harta kekayaan KSP. Hal ini sesuai dengan status koperasi sebagai badan hukum yang memiliki harta kekayaan tersendiri terpisah dari harta kekayaan pribadi para anggotanya.

Bahwa  dalam  teori  ilmu  hukum,  pihak  yang dinyatakan wanprestasi  dapat digolongkan menjadi  empat kategori  yakni: tidak memenuhi prestasi, terlambat memenuhi prestasi, memenuhi prestasi secara tidak baik, atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya, dan berdasarkan Pasal 1238 KUHPerdata; debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

Dengan demikian jika ada Koperasi Simpan Pinjam yang gagal membayar atau telat membayar ketika sudah jatuh tempo simpanan berjangka (deposito) milik anggotanya maka dapat dikategorikan sebagai perbuatan WANPRESTASI dan upaya hukum yang dapat dilakukan penyimpan dana sebagai kreditur adalah salah satunya dengan mengajukan gugatan perdata/PKPU ke Pengadilan.