Hasil riset “Budaya Ekonomi Hukum Hakim” oleh Teddy Asmara menyimpulkan ada tiga model hakim, yaitu hakim “lurus” (idealistis), hakim “rakus” (materialistis) dan hakim “toleran” (idealis-realistis).[1] Inilah wajah para penegak hukum kita, yang sebagian belum dapat memegang idealisme secara teguh. Dalam kerangka pembangunan di segala bidang, terutama di bidang hukum yang sekarang sedang giat-giatnya berlangsung di negara Indonesia, maka masyarakat makin di sadarkan pada peran penting hukum sebagai sarana pengayoman untuk menata kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara di berbagai bidang kehidupan. Peran hukum sebagai pengayoman tercermin melalui fungsi hukum sebagai sarana pengendalian sosial (social control), perubahan sosial (social engineering) dan hukum sebagai sarana integratif.[2] Selain itu dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi.[3] Adapun bagi negara Indonesia sendiri, hukum berfungsi sebagai sarana untuk mengatur kehidupan bermasyarakat yang aman dan tertib.

 

Berbicara mengenai penegakan hukum di Indonesia, maka perlu untuk diketahui bahwasanya tujuan dari adanya penegakan hukum tersebut adalah untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat dari segala tindakan kriminal yang mungkin terjadi, sehingga dari sini negara berkewajiban untuk mengadakan pencegahan dan penanggulangan kejahatan. Dan hal ini tidak lepas dari diterapkannya hukum pidana oleh negara, yang mana hukum pidana merupakan salah satu bagian aturan hukum sebagai alat untuk melindungi masyarakat.

 

Menurut pendapat dari Moeljatno, hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk ;[4]

  1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
  2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
  3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

 

[1]Teddy Asmara, Budaya Ekonomi Hukum Hakim, Fasindo, Semarang, 2011, hlm.188-212.

[2]Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Alumni, Bandung, 1983, hlm.127-146.

[3]Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2008, hlm.77.

[4]Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, cet. 9, Rineka Cipta, Jakarta, 2015, hlm.1.

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply